Dari Gembala ke Manajer
Sunday, February 13, 2011
Tambahkan komentar
Dalam tradisi keluarga terhormat Arab masa itu, bayi tidak disusui sendiri oleh Sang Ibu. Ia diserahkan pada orang lain yang menjadi Ibu susu. Demikian pula Muhammad. Beberapa hari, ia disusui oleh Tsuaiba -budak paman Muhammad, Abu Lahab, yang juga tengah menyusui Hamzah -paman lainnya yang seusia Muhammad. Kemudian ia diserahkan pada Halimah, perempuan miskin dari Bani Saad yang mencari pekerjaan sebagai Ibu susu.
Semula Halimah menolak Muhammad. Ia menginginkan bayi yang bukan seorang yatim, dan keluarganya sanggup membayar lebih mahal. Tak ada bayi lain yang bisa disusui, Halimah pun membawa Muhammad ke kampungnya. Suasana perkampungan Bani Saad disebut lebih baik bagi pertumbuhan anak dibanding 'kota' Mekah. Udara di sana disebut lebih bersih, bahasa Arab-nya pun lebih asli. Di masa bersama Halimah itulah tersiar kisah mengenai Muhammad kecil.
Menurut kisah itu, Halimah menjumpai Muhammad dalam keadaan pucat. Disebutkan bahwa Muhammad baru didatangi dua orang -yang diyakini banyak kalangan sebagai malaikat. Orang tersebut kemudian membelah dada Muhammad. Banyak orang percaya, itu adalah proses malaikat "mencuci hati Muhammad'' sehingga bersih.
Pada usia lima tahun, Muhammad dikembalikan ke Mekah. Konon Halimah khawatir atas keselamatan Muhammad. Dalam perjalanan ke Mekah, Muhammad sempat terpisah dari Halimah dan tersesat sebelum ditemukan secara tak sengaja oleh orang yang kemudian mengantarkan ke rumah Abdul Muthalib. Saat Muhammad berusia enam tahun, Aminah sang ibu membawanya ke Madinah menengok keluarga dan makam Abdullah, sang ayah. Mereka ditemani budak Abdullah, Ummu Aiman, menempuh jarak sekitar 600 km bersama kafilah dagang yang menuju Syam.
Saat pulang, setiba di Abwa -37 km dari Madinah-Aminah jatuh sakit dan meninggal. Muhammad pun yatim piatu. Ia dipelihara Abdul Muthalib. Namun, sang kakek juga meninggal saat Muhammad berusia 8 tahun. Muhammad lalu tinggal di rumah Abu Thalib -anak bungsu Abdul Muthalib yang hidup miskin. Kehidupan sehari-hari Muhammad adalah menggembala kambing. Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak pamannya berdagang ke Syam.
Terkisahkan, dalam perjalanan itu Abu Thalib bertemu pendeta Nasrani bernama Buhaira di Bushra. Sang pendeta memberi tahu bahwa Muhammad bakal menjadi Nabi besar. Maka, ia menyarankan Abu Thalib segera membawa pulang Muhammad agar tidak celaka olah ulah orang-orang yang tak suka. Perjalanan ke negeri asing untuk berbisnis pada usia semuda itu tentu memberi kesan kuat pada Muhammad.
Berkat ketulusan dan kelurusan hatinya, Muhammad remaja mendapat sebutan Al-Amien, "yang dapat dipercaya", dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut terhindar dari berbagai bentuk kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap kali hendak menyaksikan pesta bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur. Sedangkan ketajaman intelektual serta nuraninya terasah melalui hobinya mendengarkan para penyair.
Pada bulan-bulan suci, di beberapa tempat di dekat Mekah, selalu muncul pasar. Terutama di Ukaz yang berada di antara Thaif dan Nakhla, serta di Majanna dan Dzul-Majaz. Di hari pasar, para penyair membacakan sajak-sajaknya. Sebagian penyair itu beragama Nasrani maupun Yahudi. Mereka umumnya mengeritik bangsa Arab yang menyembah berhala. Peristiwa tersebut menambah sikap kritis Muhammad atas perilaku masyarakatnya.
Persoalan pasar di Ukaz itu menyeret Muhammad pada realita manusia: perang. Berawal dari pelanggaran kesepakatan sistem dagang yang dilakukan Barradz bin Qais dari kabilah Kinana yang memicu pelanggaran serupa 'Urwa bin 'Uthba dari kabilah Hawazin. Barradz lalu membunuh 'Urwa di bulan suci yang diharamkan terjadi pertumpahan darah. Kabilah Hawazin lalu mengangkat senjata terhadap kabilah Kinana. Karena kekerabatan, kaum Quraish seperti Muhammad membela kabilah Kinana.
Selama empat tahun, pertempuran berlangsung pada hari-hari tertentu setiap tahun. Itu terjadi saat Muhammad berusia sekitar 16 hingga 20 tahun. Disebutkan pula, di pertempuran itu Muhammad hanya bertugas mengumpulkan anak panah lawan. Ada juga yang menyebut dia pernah memanah lawan. Perang Fijar itu pun berakhir dengan kesepakatan damai.
Satu peristiwa penting yang jarang dikisahkan adalah bergabungnya Muhammad pada Gerakan Hilfil Fudzul. Sebuah gerakan untuk memberantas kesewenangan di masyarakat dan melindungi yang teraniaya. Peristiwa itu terpicu oleh perampasan barang milik pedagang asing yang tiba di Mekah oleh Wail bin Ash. Zubair bin Abdul Muthalib mengajak keluarga Hasyim, Zuhra dan Taym untuk menegakkan kembali kehormatan kota Mekah. Mereka berikrar di rumah Abdullah bin Jud'an untuk membentuk gerakan tersebut. Pada usia 20-an tahun, Muhammad aktif dalam Hilfil Fudzul itu. Ia ikut menyelamatkan gadis dari Bani Khais'am yang diculik Nabih bin Hajaj dan kawan-kawan.
Kematangan Muhammad semakin tumbuh seiring dengan meningkatnya usia. Saat Muhammad berusia 25 tahun, Abu Thalib melihat peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu pengusaha terkaya di Mekah saat itu, Khadijah, tengah mencari manajer bagi tim ekspedisi bisnisnya ke Syam. Khadijah menawarkan gaji berupa dua ekor unta muda bagi manajer itu. Atas sepersetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah meminta pekerjaan tersebut buat keponakannya itu serta minta gaji dinaikkan menjadi empat ekor unta. Khadijah setuju.
Untuk pertama kalinya Muhammad memimpin kafilah, atau misi dagang, menyusuri jalur perdagangan utama Yaman - Syam melalui Madyan, Wadil Qura dan banyak tempat lain yang pernah ditempuhnya saat kecil. Di kafilah itu Muhammad dibantu oleh perempuan budak Khadijah, Maisarah. Bisnis tersebut sukses besar. Dikabarkan tim dagang Muhammad meraup keuntungan yang belum pernah mampu diraih misi-misi dagang sebelumnya. Dalam perjalanannya tersebut, ia juga banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Termasuk para pendeta Yahudi maupun Nasrani yang terus mengajarkan keesaan Allah. Muhammad juga semakin memahami konstalasi politik global, termasuk menyangkut dominasi Romawi serta perlawanan Persia.
Khadijah terkesan atas keberhasilan Muhammad. Laporan Maisarah memperkuat kesan tersebut. Maka, benih cinta pun perlahan bersemi di hati pengusaha terkaya di Mekah yang hidup menjanda itu. Wallahu a'lam
Semula Halimah menolak Muhammad. Ia menginginkan bayi yang bukan seorang yatim, dan keluarganya sanggup membayar lebih mahal. Tak ada bayi lain yang bisa disusui, Halimah pun membawa Muhammad ke kampungnya. Suasana perkampungan Bani Saad disebut lebih baik bagi pertumbuhan anak dibanding 'kota' Mekah. Udara di sana disebut lebih bersih, bahasa Arab-nya pun lebih asli. Di masa bersama Halimah itulah tersiar kisah mengenai Muhammad kecil.
Menurut kisah itu, Halimah menjumpai Muhammad dalam keadaan pucat. Disebutkan bahwa Muhammad baru didatangi dua orang -yang diyakini banyak kalangan sebagai malaikat. Orang tersebut kemudian membelah dada Muhammad. Banyak orang percaya, itu adalah proses malaikat "mencuci hati Muhammad'' sehingga bersih.
Pada usia lima tahun, Muhammad dikembalikan ke Mekah. Konon Halimah khawatir atas keselamatan Muhammad. Dalam perjalanan ke Mekah, Muhammad sempat terpisah dari Halimah dan tersesat sebelum ditemukan secara tak sengaja oleh orang yang kemudian mengantarkan ke rumah Abdul Muthalib. Saat Muhammad berusia enam tahun, Aminah sang ibu membawanya ke Madinah menengok keluarga dan makam Abdullah, sang ayah. Mereka ditemani budak Abdullah, Ummu Aiman, menempuh jarak sekitar 600 km bersama kafilah dagang yang menuju Syam.
Saat pulang, setiba di Abwa -37 km dari Madinah-Aminah jatuh sakit dan meninggal. Muhammad pun yatim piatu. Ia dipelihara Abdul Muthalib. Namun, sang kakek juga meninggal saat Muhammad berusia 8 tahun. Muhammad lalu tinggal di rumah Abu Thalib -anak bungsu Abdul Muthalib yang hidup miskin. Kehidupan sehari-hari Muhammad adalah menggembala kambing. Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak pamannya berdagang ke Syam.
Terkisahkan, dalam perjalanan itu Abu Thalib bertemu pendeta Nasrani bernama Buhaira di Bushra. Sang pendeta memberi tahu bahwa Muhammad bakal menjadi Nabi besar. Maka, ia menyarankan Abu Thalib segera membawa pulang Muhammad agar tidak celaka olah ulah orang-orang yang tak suka. Perjalanan ke negeri asing untuk berbisnis pada usia semuda itu tentu memberi kesan kuat pada Muhammad.
Berkat ketulusan dan kelurusan hatinya, Muhammad remaja mendapat sebutan Al-Amien, "yang dapat dipercaya", dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut terhindar dari berbagai bentuk kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap kali hendak menyaksikan pesta bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur. Sedangkan ketajaman intelektual serta nuraninya terasah melalui hobinya mendengarkan para penyair.
Pada bulan-bulan suci, di beberapa tempat di dekat Mekah, selalu muncul pasar. Terutama di Ukaz yang berada di antara Thaif dan Nakhla, serta di Majanna dan Dzul-Majaz. Di hari pasar, para penyair membacakan sajak-sajaknya. Sebagian penyair itu beragama Nasrani maupun Yahudi. Mereka umumnya mengeritik bangsa Arab yang menyembah berhala. Peristiwa tersebut menambah sikap kritis Muhammad atas perilaku masyarakatnya.
Persoalan pasar di Ukaz itu menyeret Muhammad pada realita manusia: perang. Berawal dari pelanggaran kesepakatan sistem dagang yang dilakukan Barradz bin Qais dari kabilah Kinana yang memicu pelanggaran serupa 'Urwa bin 'Uthba dari kabilah Hawazin. Barradz lalu membunuh 'Urwa di bulan suci yang diharamkan terjadi pertumpahan darah. Kabilah Hawazin lalu mengangkat senjata terhadap kabilah Kinana. Karena kekerabatan, kaum Quraish seperti Muhammad membela kabilah Kinana.
Selama empat tahun, pertempuran berlangsung pada hari-hari tertentu setiap tahun. Itu terjadi saat Muhammad berusia sekitar 16 hingga 20 tahun. Disebutkan pula, di pertempuran itu Muhammad hanya bertugas mengumpulkan anak panah lawan. Ada juga yang menyebut dia pernah memanah lawan. Perang Fijar itu pun berakhir dengan kesepakatan damai.
Satu peristiwa penting yang jarang dikisahkan adalah bergabungnya Muhammad pada Gerakan Hilfil Fudzul. Sebuah gerakan untuk memberantas kesewenangan di masyarakat dan melindungi yang teraniaya. Peristiwa itu terpicu oleh perampasan barang milik pedagang asing yang tiba di Mekah oleh Wail bin Ash. Zubair bin Abdul Muthalib mengajak keluarga Hasyim, Zuhra dan Taym untuk menegakkan kembali kehormatan kota Mekah. Mereka berikrar di rumah Abdullah bin Jud'an untuk membentuk gerakan tersebut. Pada usia 20-an tahun, Muhammad aktif dalam Hilfil Fudzul itu. Ia ikut menyelamatkan gadis dari Bani Khais'am yang diculik Nabih bin Hajaj dan kawan-kawan.
Kematangan Muhammad semakin tumbuh seiring dengan meningkatnya usia. Saat Muhammad berusia 25 tahun, Abu Thalib melihat peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu pengusaha terkaya di Mekah saat itu, Khadijah, tengah mencari manajer bagi tim ekspedisi bisnisnya ke Syam. Khadijah menawarkan gaji berupa dua ekor unta muda bagi manajer itu. Atas sepersetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah meminta pekerjaan tersebut buat keponakannya itu serta minta gaji dinaikkan menjadi empat ekor unta. Khadijah setuju.
Untuk pertama kalinya Muhammad memimpin kafilah, atau misi dagang, menyusuri jalur perdagangan utama Yaman - Syam melalui Madyan, Wadil Qura dan banyak tempat lain yang pernah ditempuhnya saat kecil. Di kafilah itu Muhammad dibantu oleh perempuan budak Khadijah, Maisarah. Bisnis tersebut sukses besar. Dikabarkan tim dagang Muhammad meraup keuntungan yang belum pernah mampu diraih misi-misi dagang sebelumnya. Dalam perjalanannya tersebut, ia juga banyak berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Termasuk para pendeta Yahudi maupun Nasrani yang terus mengajarkan keesaan Allah. Muhammad juga semakin memahami konstalasi politik global, termasuk menyangkut dominasi Romawi serta perlawanan Persia.
Khadijah terkesan atas keberhasilan Muhammad. Laporan Maisarah memperkuat kesan tersebut. Maka, benih cinta pun perlahan bersemi di hati pengusaha terkaya di Mekah yang hidup menjanda itu. Wallahu a'lam
0 Tanggapan untuk "Dari Gembala ke Manajer"
Post a Comment