Di Antara Waktu-waktu Shalat
Thursday, December 2, 2010
Tambahkan komentar
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Salah seorang di antara kalian senantiasa (terhitung) di dalam shalat selama ia tertahan oleh shalat, tidak menghalanginya untuk kembali kepada keluarganya kecuali shalat" (HR Muslim).
Dalam hadis lain diungkapkan, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung) di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat mendoakan mereka: 'Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau berhadas (batal wudhunya)'". (HR. Bukhari).
Penjelasan: Shalat tepat waktu adalah keutamaan. Keutamaannya akan berlipat apabila shalat tepat waktu tersebut dilakukan di masjid dan berjamaah. Keutamaan ini akan berlipat lagi tatkala kita mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu sebelum azan berkumandang.
Kenapa menunggu shalat menjadi sebuah keutamaan? Ada empat alasan.
Pertama, menunggu shalat adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagai analogi, seseorang yang sedang dimabuk cinta akan senantiasa merindukan perjumpaan dengan yang dicintainya. Tatkala ada janji bertemu, ia akan berusaha untuk tidak terlambat. Begitu pula saat kita merindukan Allah, kita akan selalu menunggu berjumpa dengan-Nya dan akan selalu menunggu perjumpaan itu.
Kedua, menunggu waktu shalat akan membuka kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak kebaikan lainnya, seperti membaca Alquran, i'tikaf, berzikir, membereskan tempat shalat, dan lainnya.
Ketiga, saat menunggu shalat kemungkinan bermaksiat menjadi sangat kecil minimal maksiat secara fisik.
Keempat, saat menunggu shalat kita akan berusaha menjaga kebersihan diri dan hati. Bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah bersih badan dan tempat shalat dari kotoran dan najis? Karena itu, Rasulullah SAW menjanjikan bahwa seseorang dikategorikan sedang shalat, tatkala ia meniatkan diri menunggu datangnya waktu shalat. Bahkan, saat itu para malaikat terus melantunkan doa agar kita dirahmati Allah SWT.
Hadis ini akan lebih aplikatif dan bernilai sosial andai tenggang waktu menunggu tersebut makna dan cakupannya diperluas. Pemaknaannya tidak sekadar menunggu shalat di masjid, tapi menempatkan semua aktivitas hidup dalam kerangka menunggu datangnya waktu shalat. Hidup kita, hakikatnya, adalah perpindahan dari satu shalat ke shalat lainnya.
Alangkah indahnya bila kita mampu mengubah paradigma berpikir bahwa seluruh aktivitas hidup kita (kerja, sekolah, tidur, bermain, online, chatting, dsb.) adalah "aktivitas sampingan" dari shalat. Bila paradigma berpikir ini digunakan, maka "tak akan sekalipun" kita melalaikan kumandang azan, karena itulah kerja utama kita.
Yang tak kalah penting, semua aktivitas kita di luar shalat insya Allah akan makin berkualitas karena dilandasi nilai mahabatullah, nilai zikir, nilai amal ma'ruf nahyi munkar, dan selalu terjaganya kebersihan diri. Boleh jadi, semua aktivitas kita akan bernilai shalat, karena kita meniatkannya sebagai aktivitas "menanti" untuk berjumpa dengan Allah SWT. Wallahu a'lam.
Dalam hadis lain diungkapkan, "Sesungguhnya salah seorang di antara kalian (terhitung) di dalam shalat selama tertahan oleh shalat sedang para malaikat mendoakan mereka: 'Ya Allah, ampunilah dia; ya Allah rahmati dia, selama dia tidak berdiri dari tempat shalatnya atau berhadas (batal wudhunya)'". (HR. Bukhari).
Penjelasan: Shalat tepat waktu adalah keutamaan. Keutamaannya akan berlipat apabila shalat tepat waktu tersebut dilakukan di masjid dan berjamaah. Keutamaan ini akan berlipat lagi tatkala kita mempersiapkan diri sebelum melaksanakannya dengan menunggu sebelum azan berkumandang.
Kenapa menunggu shalat menjadi sebuah keutamaan? Ada empat alasan.
Pertama, menunggu shalat adalah bukti kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagai analogi, seseorang yang sedang dimabuk cinta akan senantiasa merindukan perjumpaan dengan yang dicintainya. Tatkala ada janji bertemu, ia akan berusaha untuk tidak terlambat. Begitu pula saat kita merindukan Allah, kita akan selalu menunggu berjumpa dengan-Nya dan akan selalu menunggu perjumpaan itu.
Kedua, menunggu waktu shalat akan membuka kesempatan bagi kita untuk melakukan banyak kebaikan lainnya, seperti membaca Alquran, i'tikaf, berzikir, membereskan tempat shalat, dan lainnya.
Ketiga, saat menunggu shalat kemungkinan bermaksiat menjadi sangat kecil minimal maksiat secara fisik.
Keempat, saat menunggu shalat kita akan berusaha menjaga kebersihan diri dan hati. Bukankah salah satu syarat sahnya shalat adalah bersih badan dan tempat shalat dari kotoran dan najis? Karena itu, Rasulullah SAW menjanjikan bahwa seseorang dikategorikan sedang shalat, tatkala ia meniatkan diri menunggu datangnya waktu shalat. Bahkan, saat itu para malaikat terus melantunkan doa agar kita dirahmati Allah SWT.
Hadis ini akan lebih aplikatif dan bernilai sosial andai tenggang waktu menunggu tersebut makna dan cakupannya diperluas. Pemaknaannya tidak sekadar menunggu shalat di masjid, tapi menempatkan semua aktivitas hidup dalam kerangka menunggu datangnya waktu shalat. Hidup kita, hakikatnya, adalah perpindahan dari satu shalat ke shalat lainnya.
Alangkah indahnya bila kita mampu mengubah paradigma berpikir bahwa seluruh aktivitas hidup kita (kerja, sekolah, tidur, bermain, online, chatting, dsb.) adalah "aktivitas sampingan" dari shalat. Bila paradigma berpikir ini digunakan, maka "tak akan sekalipun" kita melalaikan kumandang azan, karena itulah kerja utama kita.
Yang tak kalah penting, semua aktivitas kita di luar shalat insya Allah akan makin berkualitas karena dilandasi nilai mahabatullah, nilai zikir, nilai amal ma'ruf nahyi munkar, dan selalu terjaganya kebersihan diri. Boleh jadi, semua aktivitas kita akan bernilai shalat, karena kita meniatkannya sebagai aktivitas "menanti" untuk berjumpa dengan Allah SWT. Wallahu a'lam.
0 Tanggapan untuk "Di Antara Waktu-waktu Shalat"
Post a Comment