Jebakan Orang yang Bertakwa
Sunday, January 15, 2017
Tambahkan komentar
Khutbah I
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Hampir tiap Jumat minimal kita mendengarkan anjuran dari sang khatib untuk senantiasa meningkatkan takwa: memupuk kesadaran ilahiyah yang manifestasinya adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Anjuran itu mengandung pesan agar kita semua meningkatkan bukan hanya amal ubudiyah kepada Allah melainkan juga kebaikan bermuamalah dengan sesama manusia. Juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjauhi maksiat-maksiat, mulai dari yang paling ringan seperti membuang sampah sembarangan sampai yang terberat seperti syirik atau memakan harta anak yatim.
Kita semua tentu bersyukur bila pesan rutin sang khatib itu dapat dipenuhi secara konsisten. Artinya, ada penambahan kualitas takwa dari waktu ke waktu. Kalau pun belum terpenuhi, semoga kita termasuk orang-orang yang sedang berikhtiar memenuhi pesan tersebut sebagai wujud pelaksanaan bunyi Surat Ali ‘Imran ayat 102:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Ayat tersebut menekankan tentang usaha menjalani takwa secara maksimal. Kata-kata haqqa tuqâtihi mengasumsikan adanya kerja keras dalam beragama untuk meraih puncak kemuliaan sebagai manusia paling bertakwa. Sebab, inna akramakum ‘indallâhi atqâkum (sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa). Di sini sangat jelas bahwa ukuran kemuliaan adalah takwa, bukan jabatan, kekayaan, garis keturunan, klaim keunggulan ras, atau sejenisnya.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Namun demikian, yang mesti dicatat adalah bahwa saat orang menjalani ketakwaan, saat itu pula ia mengemban tanggung jawab yang lebih berat. Ia bertanggung jawab untuk selalu istiqamah (konsisten) terhadap amalnya, bertanggung jawab untuk tidak angkuh atas prestasi ibadah atau amal kebaikannya. Syekh Ibnu Athai’illah as-Sakandari dalam al-Hikam mengatakan:
"Engkau lebih membutuhkan belas kasih-Nya ketika taat daripada ketika bermaksiat."
Sudah pasti ketaatan tetap lebih utama daripada kemaksiatan. Ketaatan lebih memberi jaminan tentang kebahagiaan hidup daripada kemaksiatan. Ketaantan juga lebih membawa maslahat bagi masyarakat ketimbang kemaksiatan. Namun, apakah kelebihan-kelebihan itu lantas mengantarkan manusia pada level aman? Tidak. Tugas tak ringan ternyata dipikul setelah itu.
Dengan menelaah kata bijak Syekh Ibnu Athai’illah tersebut, dapat dikatakan bahwa orang yang taat lebih memerlukan pertolongan Allah karena ia berada pada kondisi yang rawan tergelincir. Karena merasa sangat saleh, seseorang bisa saja punya kecenderungan untuk mengabaikan bahaya dosa-dosa kecil. Karena merasa banyak ibadah, seseorang kadang punya tendensi meremehkan orang lain. Dan seterusnya. Demikianlah, ketaatan membawa jebakan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam perasaan ‘ujub (bangga diri), angkuh, atau sombong.
Dikatakan tanggung jawab orang yang taat lebih berat ketimbang orang yang bermaksiat karena orang yang bermaksiat punya potensi untuk insaf, introspeksi, tobat, hingga pembenahan diri. Tapi bukan berarti maksiat lebih baik dari taat. Sebab, yang dibicarakan di sini adalah tentang olah rohani, suasana batin, yang sering diterlewatkan dari pikiran manusia lantaran tak terlihat oleh kasat mata. Kebanggaan atas prestasi ibadah kerap muncul samar-samar di dalam hati, dan justru di sinilah tantangan terberatnya.
Pernyataan Syekh Ibnu Atha’illah tersebut mengingatkan kita semua bahwa semakin bertakwa seseorang seharusnya semakin takut ia terperosok pada takabur. Beribadah atau berbuat baik mungkin adalah hal yang susah, tapi jelas lebih susah beribadah dan berbuat baik namun tanpa merasa lebih baik daripada orang yang tak beribadah atau berbuat baik. Karena itu prestasi ketakwaan secara lahiriah harus diimbangi dengan terus-menerus koreksi diri secara batiniyah.
Dalam al-Hikam Syekh Ibnu Athai’illah juga menyebutkan:
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."
Dalam hidup ini kualitas usia manusia tidak diukur panjang-pendeknya, melainkan sejauh mana umur itu berfaedah untuk menuju atqâkum (hamba paling bertakwa). Perbaikan diri berjalan maju: dari yang bermaksiat menjadi taat, dan yang taat mesti senantiasa bermuhasabah agar tak terseret kepada kemaksiatan baru yaitu takabur. Semoga kita semua selalu dalam lindungannya, terhindar dari jebakana-jebakan itu, untuk menjadi orang benar-benar diridhai Allah subhânahu wa ta‘âlâ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَّسُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَأَفْضلِ اْلأَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبه أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Hampir tiap Jumat minimal kita mendengarkan anjuran dari sang khatib untuk senantiasa meningkatkan takwa: memupuk kesadaran ilahiyah yang manifestasinya adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Anjuran itu mengandung pesan agar kita semua meningkatkan bukan hanya amal ubudiyah kepada Allah melainkan juga kebaikan bermuamalah dengan sesama manusia. Juga mengingatkan kita tentang pentingnya menjauhi maksiat-maksiat, mulai dari yang paling ringan seperti membuang sampah sembarangan sampai yang terberat seperti syirik atau memakan harta anak yatim.
Kita semua tentu bersyukur bila pesan rutin sang khatib itu dapat dipenuhi secara konsisten. Artinya, ada penambahan kualitas takwa dari waktu ke waktu. Kalau pun belum terpenuhi, semoga kita termasuk orang-orang yang sedang berikhtiar memenuhi pesan tersebut sebagai wujud pelaksanaan bunyi Surat Ali ‘Imran ayat 102:
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Ayat tersebut menekankan tentang usaha menjalani takwa secara maksimal. Kata-kata haqqa tuqâtihi mengasumsikan adanya kerja keras dalam beragama untuk meraih puncak kemuliaan sebagai manusia paling bertakwa. Sebab, inna akramakum ‘indallâhi atqâkum (sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa). Di sini sangat jelas bahwa ukuran kemuliaan adalah takwa, bukan jabatan, kekayaan, garis keturunan, klaim keunggulan ras, atau sejenisnya.
Jamaah shalat jum’at rahimakumullah,
Namun demikian, yang mesti dicatat adalah bahwa saat orang menjalani ketakwaan, saat itu pula ia mengemban tanggung jawab yang lebih berat. Ia bertanggung jawab untuk selalu istiqamah (konsisten) terhadap amalnya, bertanggung jawab untuk tidak angkuh atas prestasi ibadah atau amal kebaikannya. Syekh Ibnu Athai’illah as-Sakandari dalam al-Hikam mengatakan:
أَنْتَ إِلَى حِلْمِهِ إِذَا أَطَعْتَهُ أَحْوَجُ مِنْكَ إِلَى حِلْمِهِ إِذَا عَصَيْتَهُ
"Engkau lebih membutuhkan belas kasih-Nya ketika taat daripada ketika bermaksiat."
Sudah pasti ketaatan tetap lebih utama daripada kemaksiatan. Ketaatan lebih memberi jaminan tentang kebahagiaan hidup daripada kemaksiatan. Ketaantan juga lebih membawa maslahat bagi masyarakat ketimbang kemaksiatan. Namun, apakah kelebihan-kelebihan itu lantas mengantarkan manusia pada level aman? Tidak. Tugas tak ringan ternyata dipikul setelah itu.
Dengan menelaah kata bijak Syekh Ibnu Athai’illah tersebut, dapat dikatakan bahwa orang yang taat lebih memerlukan pertolongan Allah karena ia berada pada kondisi yang rawan tergelincir. Karena merasa sangat saleh, seseorang bisa saja punya kecenderungan untuk mengabaikan bahaya dosa-dosa kecil. Karena merasa banyak ibadah, seseorang kadang punya tendensi meremehkan orang lain. Dan seterusnya. Demikianlah, ketaatan membawa jebakan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam perasaan ‘ujub (bangga diri), angkuh, atau sombong.
Dikatakan tanggung jawab orang yang taat lebih berat ketimbang orang yang bermaksiat karena orang yang bermaksiat punya potensi untuk insaf, introspeksi, tobat, hingga pembenahan diri. Tapi bukan berarti maksiat lebih baik dari taat. Sebab, yang dibicarakan di sini adalah tentang olah rohani, suasana batin, yang sering diterlewatkan dari pikiran manusia lantaran tak terlihat oleh kasat mata. Kebanggaan atas prestasi ibadah kerap muncul samar-samar di dalam hati, dan justru di sinilah tantangan terberatnya.
Pernyataan Syekh Ibnu Atha’illah tersebut mengingatkan kita semua bahwa semakin bertakwa seseorang seharusnya semakin takut ia terperosok pada takabur. Beribadah atau berbuat baik mungkin adalah hal yang susah, tapi jelas lebih susah beribadah dan berbuat baik namun tanpa merasa lebih baik daripada orang yang tak beribadah atau berbuat baik. Karena itu prestasi ketakwaan secara lahiriah harus diimbangi dengan terus-menerus koreksi diri secara batiniyah.
Dalam al-Hikam Syekh Ibnu Athai’illah juga menyebutkan:
رُبَّ عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ أمْدادُهُ.
"Kadang umur berlangsung panjang namun manfaat kurang. Kadang pula umur berlangsung pendek namun manfaat melimpah."
Dalam hidup ini kualitas usia manusia tidak diukur panjang-pendeknya, melainkan sejauh mana umur itu berfaedah untuk menuju atqâkum (hamba paling bertakwa). Perbaikan diri berjalan maju: dari yang bermaksiat menjadi taat, dan yang taat mesti senantiasa bermuhasabah agar tak terseret kepada kemaksiatan baru yaitu takabur. Semoga kita semua selalu dalam lindungannya, terhindar dari jebakana-jebakan itu, untuk menjadi orang benar-benar diridhai Allah subhânahu wa ta‘âlâ.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Source: http://www.nu.or.id/
0 Tanggapan untuk "Jebakan Orang yang Bertakwa"
Post a Comment