Cinta Pertama & Terakhir Pak Habibie Dalam "Habibie & Ainun"
Wednesday, December 19, 2012
Tambahkan komentar
Sebenarnya ini
bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada
pasti menjadi tiada pada akhirnya,dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan
kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu. Tapi yang membuatku
tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat
memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu
membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan
tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi……
……Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang
tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.Pada airmata yang jatuh kali ini, aku
selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada
kenangan pahit manis selama kau ada,aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya
terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu
sayang,tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang
baik.mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi
kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta,
sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau
dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.selamat jalan sayang, cahaya
mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan, calon bidadari surgaku …. (BJ.Habibie)
***
Berbagai macam resah, rasa ditumpahkan pak Habibie
dalam tulisannya, Habibie & Ainun. Mengajak kita untuk menikmati surat
cinta atas kekaguman abadi seorang suami, mengajak mendalami jurnal politik
mengenai kondisi situasi genting negara yang baru merdeka, mengajak merenungi
isi pikiran seorang putra bangsa dengan kecintaannya yang luar biasa pada
negara dan bangsanya yaitu Indonesia.
Buku ini bukan tentang Bu Ainun, bukan pula Pak
Habibie. Buku ini mutlak mengenai Habibie & Ainun. Saya pernah berpikir
tidak ada rumah tangga yang benar-benar sempurna, jauh dari segala keburukan.
Pasti ada ketidakpuasan dan perselisihan serta-serta kekecewaan. Namun membaca
novel catatan hati pak Habibie mengenai istrinya, saya seperti diyakinkan
kembali bahwa rumah tangga yang mendekati kesempurnaan itu memang ada.
Kisah tentang apa yang
terjadi bila kau menemukan belahan jiwa dan hatimu.
Kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang Presiden ketiga
Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun. Rudy Habibie seorang
jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti kepada bangsa
Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan
Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar
untuknya. Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie
jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tak
hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Akhirnya mereka
menikah pada tanggal 12 Mei 1962.
Setelah menikah dan berbulan madu, Ainun harus ikut
suaminya yang sedang dalam proses mendapatkan gelar S3, merantau ke Jerman.
Bukan hal yang mudah bagi seorang anak gadis cemerlang dan tinggal di apartemen
kecil di Oberfortsbach, desa kecil di pinggiran Jerman Barat.
Biaya untuk kehidupan sehari-hari pas-pasan, sampai
pada tahun-tahun awal Habibie harus berhemat dengan berjalan kaki sejauh 15km
menuju tempat kerjanya beberapa hari dalam seminggu. Susah jadi Bu Ainun. Suami
sibuk dengan promosi S3 dan bekerja setengah hari sebagai Asisten di
Intitut Konstruksi Ringan Universitas. Habibie sering mencuri waktu bekerja di
pabrik kereta api mendesain gerbong-gerbong berkonstruksi ringan. Tidak ada
keluarga, kerabat dan tetangga untuk diajak ngobrol. Tidak ada hiburan. Bahasa
Jerman juga pas-pasan. Pantaslah pak Habibie cinta luar biasa pada Bu Ainun,
tidak pernah beliau mengeluh! Tidak pernah sedikitpun, tentang apapun.
Setelah lulus S3, Habibie ditawari pekerjaan oleh
Talbot dan Boeing, dua industri konstruksi terkemuka. Pak Habibie menolak dan
memilih untuk pindah ke Hamburg, di mana ia melamar dan diterima di perusahaan Hamburger
Flugzeugbau HFB. Selepas itu, beliau menjadi pejabat penting perusahaan Messerschmitt
Bolkow Blohm. Kemudian beliau dipanggil pulang oleh Presiden Soeharto untuk
membangun industri dirgantara Indonesia dan menyumbangkan bakti kepada tanah
air. Tidak lama setelahnya, Pak Habibie diangkat menjadi anggota Kabinet
Pembangunan Pak Harto, menampuk jabatan Menteri Riset dan Teknologi. Beliau
menjadi anggota kabinet selama beberapa periode kepemimpinan Pak Harto, kurang
lebih 20 tahun lamanya.
Tahun 1998, ketika dilaksanakan pemilihan umum, Pak
Harto secara mengejutkan menggandeng beliau sebagai pasangannya dalam pilpres.
Sebuah keputusan yang tidak mudah, mengingat Indonesia sedang dilanda krisis
ekonomi parah dan mulai banyak pihak yang mencoba menggoyang tampuk kursi
kepemimpinanya. Pak Habibie akhirnya menjadi Presiden RI ke-3. Bu Ainun juga
menjadi ibu negara RI ke-3.
Dari Pak Habibie, saya juga belajar banyak. Dalam novel yang ditulis hanya dalam waktu 2,5 bulan
tersebut, Habibie menceritakan sejarah hidupnya bersama Ainun dari sejak
pertemuannya pertama kali di Ranggamalela, Bandung, hingga wafatnya. Buku Habibie
& Ainun pun jadi “obat” kepada sepasang suami istri yang sudah diujung
perceraian, namun setelah membaca buku ini pasangan muda ini mengurungkan
niatnya untuk bercerai. Mereka terinspirasi Buku Habibie & Ainun yang
menggambarkan tentang kekuatan Cinta yang suci, murni, abadi dan tak
terpisahkan.
Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah
mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi
kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi
mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar;
Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi?
***
“Saya dilahirkan
untuk Ainun dan Ainun dilahirkan untuk saya”
0 Tanggapan untuk "Cinta Pertama & Terakhir Pak Habibie Dalam "Habibie & Ainun""
Post a Comment